MASALAHKU DAN MASALAH PUBLIK
i
Setiap kali pulang dari Serang menuju Tangerang, saya selalu merasa cemas saat melihat mobil-mobil besar yang melaju ugal-ugalan di jalan Raya Serang. Mereka bergerak dengan kecepatan tinggi, sering kali berpindah lajur tanpa memperhatikan kendaraan lain. Suatu hari, saat pagi hari, saya terjebak dalam kemacetan panjang di sekitar Cikande. Awalnya saya berpikir ini hanya kemacetan biasa, namun setelah beberapa waktu, saya menyadari bahwa ada polisi yang berjaga di pinggir jalan. Sayangnya, bukannya mengambil tindakan untuk mengurai kemacetan, mereka hanya berdiri di sana seolah-olah sekadar ‘numpang eksis,’ tidak melakukan apa-apa selain melihat kendaraan yang terjebak.
Kemacetan tersebut sebenarnya memiliki penyebab yang sangat jelas angkot-angkot yang berhenti sembarangan di pinggir jalan, menutupi sebagian besar lajur utama sehingga lalu lintas menjadi sangat terganggu. Angkot-angkot ini berhenti seenaknya, menurunkan dan menaikkan penumpang tanpa memperhatikan arus kendaraan yang semakin menumpuk. Ironisnya, polisi yang seharusnya bertugas mengatur dan menertibkan lalu lintas justru tidak berbuat apa-apa. Mereka hanya melihat situasi tanpa memberikan solusi. Beberapa pengemudi bahkan mencoba membunyikan klakson, berharap polisi akan bertindak, tetapi sia-sia. Polisi tetap di tempatnya, seolah tidak peduli bahwa kemacetan yang semakin parah ini sebenarnya bisa diatasi dengan sedikit upaya untuk mengatur angkot-angkot yang berhenti sembarangan.
Saya merasa frustrasi. Bagaimana bisa aparat penegak hukum yang seharusnya menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas bersikap begitu pasif? Padahal, dengan sedikit tindakan tegas, mereka bisa mencegah kemacetan ini agar tidak semakin parah. Situasi seperti ini membuat saya berpikir bahwa terkadang masalah di jalan raya bukan hanya soal banyaknya kendaraan, tetapi juga soal kurangnya tindakan dari pihak berwenang yang seharusnya berperan penting dalam mengatur arus lalu lintas.
ii
Organisasi saya, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), sering menjadi topik perbincangan hangat di kalangan organisasi mahasiswa FISIP. Hal ini bermula karena berbeda dengan ormawa lainnya yang memilih perwakilannya melalui pemilihan umum, DPM kami memilih anggota melalui proses open recruitment (oprec). Banyak ormawa lain yang merasa bahwa mekanisme ini tidak mencerminkan aspirasi mahasiswa FISIP secara keseluruhan. Mereka berpendapat bahwa DPM yang terpilih melalui oprec tidak sepenuhnya mewakili suara mahasiswa karena tidak ada pemilihan terbuka yang melibatkan seluruh mahasiswa dalam proses tersebut. Situasi ini memicu perdebatan mengenai legitimasi dan representasi DPM, menciptakan jarak antara organisasi kami dan beberapa ormawa lainnya. Meskipun demikian, kami tetap berusaha menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya, sambil terus berkomunikasi dengan ormawa lain untuk mencari solusi terbaik dalam menjembatani perbedaan pandangan ini.
iii
Setiap malam, saya sering kali merasa kesulitan untuk tidur. Bukan karena tubuh saya tidak lelah, tetapi karena suara bising motor yang lewat di sekitar Ciruas. Suara motor yang melaju kencang, dengan bunyi “ngenggg ngenggg,” terdengar begitu keras dan terus-menerus, membuat saya terjaga dalam ketidaknyamanan. Meskipun sudah mencoba berbagai cara seperti menutup jendela atau menggunakan penutup telinga, suara bising tersebut masih menembus masuk dan mengganggu ketenangan malam. Kadang, saya hanya bisa berbaring gelisah di tempat tidur, menunggu suara itu reda, berharap bisa segera terlelap. Namun, hampir setiap malam, suara motor itu seakan tidak ada habisnya, membuat tidur menjadi suatu kemewahan yang sulit diraih.
Feriyansah Adi Saputra
19/09/2024 23:35