Kemajuan Mengantarkan pada Kesenjangan, Kenapa?

Disrupsi, sebuah kata yang kini akrab di telinga kita, menjadi pengiring setia kemajuan teknologi yang tak terbendung. Sering dipandang sebagai sebuah inovasi dan perubahan yang radikal. Dari platform digital yang mengubah cara kita berbisnis hingga kecerdasan buatan yang mulai menggeser peran manusia, disrupsi hadir dengan janji masa depan yang lebih baik. Namun, di balik itu semha, tersimpan ancaman yang tak boleh diabaikan. Lalu apakah disrupsi mengantarkan kepada kemajuan atau malah membuat kesenjangan?

Mari kita menilik kasus Intel dan iPhone. Seperti yang kita ketahui bersama, Intel merupakan perusahaan semikonduktor terbesar di dunia, selama bertahun-tahun mendominasi pasarnya. Namun, ketika gelombang disrupsi dari perangkat mobile dan cloud computing datang, Intel cukup lambat dalam merespon. Salah satu contohnya adalah ketika Intel melewatkan peluang untuk mengembangkan prosesor yang efisien daya bagi perangkat mobile. Lalu ketika Apple memperkenalkan iPhone pertama kali, Intel masih fokus pada dominasi pasar PC dan server. Mereka tidak menyadari bahwa disrupsi berikutnya akan datang dari sektor mobile, yang memerlukan chip yang hemat energi dan berperforma tinggi, seperti yang akhirnya dikembangkan oleh ARM. Dengan arsitektur yang lebih efisien daya, ARM menjadi pilihan utama bagi produsen ponsel cerdas. Apple, yang sebelumnya mengandalkan Intel untuk prosesor di beberapa perangkatnya, memutuskan untuk merancang chip mereka sendiri, dimulai dengan seri A yang didasarkan pada arsitektur ARM. Intel pun kehilangan kesempatan untuk menjadi pemain besar di dunia mobile. 

Di sisi lain, iPhone adalah contoh brilian dari disrupsi yang berhasil. Ketika pertama kali diluncurkan, iPhone mendobrak pasar dengan pendekatan baru terhadap ponsel, menyatukan komunikasi, hiburan, dan akses internet dalam satu perangkat. Disrupsi ini tidak hanya mempengaruhi pasar ponsel, tetapi juga mengubah seluruh ekosistem teknologi, termasuk pengembangan aplikasi, perangkat keras, dan model bisnis.

Namun, di balik keberhasilan ini, iPhone juga menciptakan kesenjangan. Tidak semua orang dapat mengakses teknologi canggih ini. Dengan harga yang semakin mahal, iPhone secara tidak langsung membatasi akses masyarakat pada kalangan tertentu. Mereka yang mampu membeli perangkat tersebut mendapatkan akses pada inovasi terbaru, sementara yang tidak mampu tertinggal dari arus perkembangan teknologi. Hal ini memperkuat kesenjangan digital yang memisahkan kelompok masyarakat berdasarkan akses terhadap teknologi.

Kasus Intel dan iPhone menunjukkan dua sisi dari era disrupsi. Di satu sisi, kemajuan teknologi membawa inovasi yang luar biasa, menciptakan produk-produk revolusioner yang mengubah cara kita hidup dan bekerja. Namun di sisi lain, kemajuan ini sering kali menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara mereka yang mampu beradaptasi dengan cepat dan mereka yang tertinggal. Intel yang gagal beradaptasi dengan cepat menjadi contoh bagaimana sebuah perusahaan besar bisa tertinggal dalam era disrupsi. Sebaliknya, Apple berhasil mendominasi pasar, tetapi pada saat yang sama pula menciptakan ketimpangan dalam akses terhadap teknologi. Ini juga menunjukkan bahwa disrupsi bukan hanya soal inovasi, tetapi juga tentang siapa yang bisa mengikuti arus perubahan dan siapa yang tertinggal.

Kritik utama terhadap era disrupsi ini adalah bahwa inovasi tidak selalu inklusif. Banyak perusahaan teknologi besar terlalu fokus pada inovasi dan persaingan, tanpa memikirkan dampak sosial yang lebih luas. Kesenjangan digital menjadi salah satu dampak negatif yang harus dihadapi di era disrupsi ini. Jika tidak ditangani dengan baik, kemajuan teknologi yang pesat justru dapat memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi. Inovasi seharusnya tidak hanya tentang siapa yang bisa berlari lebih cepat, tetapi juga tentang bagaimana kita memastikan bahwa semua orang dapat ikut serta dalam perjalanan menuju masa depan teknologi yang lebih inklusif dan merata. (utsimk)

User Image

Jihan Virani Rahayu

17/10/2024 18:10